127 episodes

Karena, anak introvert juga punya cerita untuk minta didengar

Tulisan Votavato Anisa Rahma

    • Arts

Karena, anak introvert juga punya cerita untuk minta didengar

    Cerita fiksi: catatan psikopat #predator - bag. 27. Iseng | thriller horror #alurcerita

    Cerita fiksi: catatan psikopat #predator - bag. 27. Iseng | thriller horror #alurcerita

    Di sebelah rumahku ada ruko yang biasa mengantarkan barang-barang dalam kardus ke toko-toko kecil hingga besar.

    Waktu aku sedang melihat aktivitas itu melalui balkon kamarku, ide jahil melintas dalam kepalaku. Karena aku tak suka menunda. Aku lalu turun ke bawah dan pergi ke sana. Ibuku yang sedang menyiapkan makan malam di dapur sempat menegurku mau kemana. Tapi kujawab bahwa aku mau belanja sebentar keluar.

    Ibuku hanya mengangguk setelahnya dan tanpa mencurigaiku sama sekali yang sedang menyembunyikan tang ditanganku. Aku tersenyum membalasnya.

    Aku lalu pergi keluar dan berbelok dengan mengendap memasuki ruko. Sebelumnya aku sudah mematikan listriknya sebentar agar aku tak ketahuan. Dengan menyelinap di antara tumpukan kardus yang berserakan aku akhirnya bisa sampai ke dalam.

    Ternyata ada banyak sekali barang di dalamnya. Aku lalu berjalan lebih ke dalam untuk melihat-lihat barang kali ada yang berbeda. Tapi ternyata sama saja. Di dalam hanya tumpukan kardus.

    Merasa bosan aku jadi ingat kembali dengan ide jahilku. Bersamaan dengan itu, lampu kembali dinyalakan. Kukira akan terang benderang. Ternyata hanya ada sedikit lampu yang menyala. Sebagian besar hanya remang.

    Seorang anak laki-laki yang kutaksir usianya masih tanggung alias kalau dia sekolah mungkin masih SMP ---menarik perhatianku. Aku rasa dia cocok jadi objek kejahilanku. Ah, persetan dengan orang-orang sekitarnya. Itu bukan urusanku.

    Ia saat itu sedang berada di pojokan sendirian. Tengah menyusun barang ke dalam kardus baru. Aku lihat-lihat sekitarnya tak ada siapapun. Ceh, berani sekali dia.

    Aku lalu mengendap mendekatinya. Dan saat sudah tepat berada di belakangnya, ternyata ada beberapa orang yang masuk mengampirinya. Aku terpaksa menunda.

    Kukira mereka segera pergi dari sana, tapi ternyata malah bertahan cukup lama. Aku mengintip jumlah mereka yang ternyata ada 5 orang. Itu masih sedikit dibanding yang pernah aku mainkan sebelumnya.

    Aku melihat pada jam di tanganku yang setengah jam lagi adalah waktunya ibu mengajakku makan malam. Sekali lagi kuperhatikan sekitar tak lagi ada karyawan lain selain hanya tersisa mereka berlima saat ini.

    Aku pun muncul bak maling yang ketahuan. Sengaja. Karena begitu mereka mengampiriku, aku langsung dapat menyentuh mereka dan mengontrol mereka sesuai kemauanku.

    Selagi mereka berdiri diam seperti orang bodoh, aku pergi ke depan untuk memastikan semua truk pengangkut telah pergi. Setelahnya barulah aku kembali masuk ke dalam.

    Tak ingin memakan banyak waktu. Aku memakai lebih dulu semua sarung pelindung jejak. Setelah itu, dengan menggunakan tang yang sedari tadi kugenggam, dengan bergantian aku menarik dan memutar hidung mereka satu persatu. Dilanjut dengan telinga yang membuat 3 di antara mereka langsung terputus.

    Sehabis itu aku mematahkan jari mereka dengan memutar geraknya membalik. Karena fungsi alatku terbatas, aku lalu berkeling mencari sesuatu yang lebih seru.

    Aku menemukan staples besar.

    Aku lalu menempelkan ke wajah mereka satu persatu hingga isi staples itu habis.

    Aku juga menemukan cutter.

    Tentu saja langsung kugunakan untuk menyayat daging mereka. Aku juga memotong nadi mereka hingga darah menggenang.

    Mereka masih bernapas walau lemah. Tapi efek pengaruhku terlalu kuat sampai membuat mereka sulit kembali sadar meski sudah kubuat hancur. Mereka hanya akan bisa kembali kalau aku mau saja.

    Aku lalu mengambil lima kardus. Tapi sebelumnya kubungkus dulu tubuh mereka dengan plastik sampai bisa terlipat dan dapat dimasukan kedalam kardus kecil. Barulah kemudian kumasukan lagi ke dalam kardus yang lebih besar. Aku pastikan kardus yang itu tidak ada noda darah yang menempel. Kupastikan dengan merekatkan kuat plester dan staples yang sudah kuisi lagi agar kuat menahan tubuh mereka.

    Aku lalu memindah kardus berisi calon bangkai itu ke bagian tumpukan kardus paling belakang.

    Setelahnya, aku akan menunggu malam ini atau besok pagi dengan keributan orang-orang yang melihat genangan dara

    • 4 min
    Cerita Fiksi: Miror Short - Bag. 20. Kamar Arwah | Mystery Horror #alurcerita

    Cerita Fiksi: Miror Short - Bag. 20. Kamar Arwah | Mystery Horror #alurcerita

    Waktu itu aku sempat heran dengan sebuah kamar di rumah nenekku yang besar. Kamar itu katanya dulu ditempati sama anak nenek yang meninggal waktu usianya masih seumuranku. Katanya dulu dia meninggal karena tewas terseret ombak saat berenang di laut.

    Hal yang membuatku heran bukan karena nenek masih membuat kamar itu masih rapi dan membiarkannya terlihat seperti terakhir kali ditinggalkan oleh pemiliknya. Melainkan ketika aku lihat semua frame di atas lemari dan yang tergantung di dinding, semuanya dalam keadaan kosong. Tak ada foto sama sekali. Bahkan foto dari pemilik kamar itu sendiri pun tidak ada sama sekali. Juga dengan lukisan. Itu jelas sekali bahwa kanvasnya kosong.

    Aku melihat itu saat tak sengaja masuk ketika pintunya dalam keadaan terbuka. Saat itu nenek sedang membersihkan dengan penyedot debu di dalamnya. Makanya aku sempat melihat isinya. Tapi, itu hanya sebentar saja karena nenek langsung menyuruhku keluar. Hal itu tak sempat aku tanyakan karena waktu itu tiba-tiba saja mama menelponku untuk segera pulang karena adikku sedang sakit dan ia mencariku.

    Dan hari ini aku sengaja kembali lagi ke rumah nenek untuk menuntaskan rasa penasaranku.

    "Nek, kamar yang sering nenek bersihkan itu kenapa frame sama lukisannya tidak ada gambar sama sekali?" tanyaku ketika aku dan nenek sedang makan malam. Nenek langsung menatap galak ke arahku membuatku menjadi tiba-tiba merasa takut dengan tatapannya.

    "Sudah berapa kali nenek ingatkan kamu untuk jangan masuk ke dalam kamar---"

    "Aku tidak sengaja masuk saat nenek sedang membersihkan kamarnya waktu itu. Dan aku sempat melihat isinya." potongku sebelum nenek menuduhku yang tidak-tidak.

    Setelah aku mengatakan hal itu, aku merasa ada yang berbeda dengan cara pandang nenek terhadapku. Ia seperti bukan nenekku tapi dia adalah nenekku.

    "Ini peringatan, jangan pernah ungkit mengenai kekosongan yang ada dalam kamar itu. Jika kamu bersikeras untuk mencari tahu. Maka, kamu akan menyusul anak itu." ucap nenek dengan suara yang berbeda.

    • 2 min
    Musikalisasi puisi: maaf, jalanku terlalu lama sampainya

    Musikalisasi puisi: maaf, jalanku terlalu lama sampainya

    Saat ini aku memang seakan terlihat seperti pecundang yang jalan hidupnya nggak tahu mau dibawa kemana
    Kesannya juga aku kayak orang yang tidak memiliki tujuan hidup sama sekali
    Hidup sekedar hidup dan berjalan seperti air yang mengalir

    Tak jarang aku kerap kali mendapati dengan bagaimana sudut pandang orang terhadapku ketika mereka melihat apa yang terlihat dariku
    Dengan matanya yang penuh sorot penghakiman tanpa suara, aku tahu apa yang mereka pikirkan terhadapku saat itu

    "Kenapa dia  masih begini-begini saja sih?"
    "Kenapa dia nggak berubah?"
    "Salah dia sih, ketika orang-orang pada sibuk berjuang, dia malah malas-malasan sibuk sama dunianya sendiri."
    "Umurnya saja yang menua, pikirannya tidak. Sampai untuk memikirkan kebahagiaan orangtuanya sendiri saja nggak."

    Hhh.. Tahu apa kalian dengan apa yang sudah aku lakukan selama ini?
    Apa kalian selama ini bersamaku sehingga bisa menyimpulkan seperti itu?

    Nggak, nggak ada orang lain di sampingku kecuali keluargaku sendiri
    Itupun mungkin mereka juga sempat berpikir bahwa... aku memang seperti apa yang oranglain pikirkan tentangku
    Hanya saja mereka diam

    Dan oranglain pun sama, cuma diam dengan pandangan mereka yang seperti itu
    Tapi sebenarnya aku pun tahu bahwa mereka kerap membicarakanku di belakang

    Nggak apa-apa, aku bisa mengerti kenapa kalian mau repot-repot lakukan hal itu
    Karena mungkin rasanya menyenangkan membicarakan sisi negatif manusia lain

    Selama ini aku memang tak pernah menunjukan diri dengan bagaimana terjalnya jalanan yang kutapaki penuh dengan kerikil

    Bagaimana aku yang sering mencoba memanjat tebing penuh pengharapan seorang diri sampai harus berkali-kali jatuh dan terluka begitu dalam

    Dan, bagaimana aku yang tak menemukan jalan keluar selain jurang dengan akar tajam di bawahnya

    Aku tak pernah menangis saat melewati semua hal itu sendirian
    Aku diam, diam, diam dan jalan terus saja
    Aku sadar bahwa pada akhirnya aku akan tetap jatuh ke bawah untuk kesekian kalinya
    Namun aku akan tetap memilih diam saja

    Kadang, saat terlalu lelah pun aku masih tetap berjalan meski dengan langkah yang gontai hingga merangkak
    Aku tidak tahu apakah perjalananku masih jauh atau tidak

    Entah jalanku yang salah atau memang prosesku saja yang lebih berat dan panjang dibanding orang lain

    Aku sempat ingin kembali dan memulai jalan yang baru dari awal
    Tapi aku tak mau, karena aku sudah terlanjur berjalan sejauh ini

    Berjalan sendirian tanpa seorang pun yang tahu

    Kadang air mata memang sempat keluar begitu aku mencoba lihat hidupku dari sudut pandangnya orang lain

    Aku telah gagal sepanjang jalan dan masih tetap berjalan di jalan yang sama
    Kenapa aku begitu bodoh sampai harus memilih bertahan di jalan yang nggak akan bisa bawa aku ke mana-mana

    Terkadang aku percaya dengan yang namanya keajaiban
    Tapi aku tidak bisa begitu berharap sebab, aku akan jadi apapun suatu saat nanti itu tergantung dari apa yang kulakukan sekarang

    Maaf jika aku tak pernah menujukan diri dengan bagaimana aku yang berjuang selama ini
    Maaf kalau kesannya aku seperti tidak peduli dengan kebahagiaan orangtuaku
    Maaf sudah membuat kecewa

    Tapi, asal kau tahu saja
    Aku tak sesantai yang kelihatannya
    Diamku adalah perjuangan yang sedang aku kerjakan

    Sebab, aku hanya bisa menulis dalam sunyi, seperti saat tulisan ini dibuat
    Maaf atas prosesku yang berjalan dalam diam selama ini
    Aku sadar, ini takkan mudah dan panjang
    Tak apa, ini adalah jalan yang sudah membuatku berjalan sejauh ini dan aku, tak akan pernah kembali lagi dengan jalur yang baru
    Mungkin? Entah

    • 4 min
    Cerita fiksi: Kenapa Aku Bisa Mati - Bag. 13. Lalai #alurcerita #kronologi

    Cerita fiksi: Kenapa Aku Bisa Mati - Bag. 13. Lalai #alurcerita #kronologi

    Kirin itu hanya seorang anak kecil berusi 5 tahun. Dia gemar bermain skateboard sejak pertama kali diajari oleh ayahnya. Meski nggak terlalu lihai, Kirin tetap suka bermain hingga jatuh berkali-kali.

    Suatu hari, ayah Kirin mengajak untuk bermain di sebuah taman yang ada arena untuk bermain skateboard. Karena di sana cukup banyak orang yang bermain, Kirin tak langsung diperbolehkan begitu saja karena takut terkena papan skate.

    Sembari menunggu keadaan arena tak begitu ramai, Kirin pun diajak untuk mengelilingi taman dengan menaiki skateboardnya. Kirin tentu saja sangat antusias. Sementara ayahnya mengikuti menggunakan sepeda yang disewakan.

    Kirin terus mendorong papannya sampai membuat orang-orang yang melihatnya terpesona dengan Kirin.

    Saat menuju di jalanan berbatu, Kirin pun berhenti dan menenteng skatenya. Karena jalan itu sudah hampir dekat dengan arena skate. Kirin pun berlari sesaat mendapati arena skate sudah tak seramai tadi.

    Ayah Kirin mengejar menggunakan sepeda karena Kirin terlalu cepat berlari. Sampai akhirnya, dari arah berlawanan, ada sebuah motor besar yang berjalan dalam taman dengan kecepatan kencang.

    Ayah Kirin sempat lihat bahwa pemotor itu sama sekali tidak dalam keadaan panik semacam motornya lepas kontrol. Melainkan tengah merokok sambil tertawa.

    Melihat arah motornya yang sembarangan dan hampir menabrak orang-orang yang berjalan. Ayah Kirin berusaha untuk mengejar Kirin.

    Kejadian berikutnya terjadi sangat cepat. Kirin terlindas motor besar itu sementara pemotor itu sendiri masih tetap melajukan motornya dengan tidak peduli. Melihat aksi gilanya itu, semua orang yang ada di taman pun mengejarnya.

    Sementara Kirin, sudah tak lagi bisa diselamatkan lantaran tubuhnya yang langsung hancur tergeletak di rerumputan.

    • 2 min
    Cerita fiksi: Jangan Tunggu Aku Pulang - Bag. 35. Farrel dan Cakka sebenarnya #Alurcerita Drama Thri

    Cerita fiksi: Jangan Tunggu Aku Pulang - Bag. 35. Farrel dan Cakka sebenarnya #Alurcerita Drama Thri

    "Kamu tidak akan bisa melakukan apapun Neo." Seru Gesa lagi sesaat Neo mengindahkan ucapannya sebelumnya dengan berusaha untuk memukul kepala anak-anak DFA. Akibatnya Neo hanya memukul udara bebas hingga terjatuh ke lantai begitu saja.

    Sementara anak-anak DFA masih dapat berceloteh dengan bangganya.

    Berkali-kali terus mencoba, hingga akhirnya anak-anak DFA pun beranjak dari sana.

    Neo mengikutinya hingga berhenti di depan kelasnya Carra.

    "Mau apa dia?" tanya Neo yang hanya dibalas tatapan tidak tahu oleh Gesa.

    Farrel kemudian masuk ke dalam disusul oleh kedua temannya.

    "Di sini, Rel." ucap Divo sembari menarik satu bangku bagian paling pojok di belakang. Itu adalah tempat duduknya Cakka. Sekaligus bangku yang Neo tempati saat memperhatikan adiknya waktu itu.

    Farrel lalu berjalan mendekat dan menempelkan tangannya di atas meja. Sesaat kemudian ia terkekeh.

    "Benar dugaan gue. Anak itu tahu semua hal mengenai apa yang kita lakuin selama ini." ucap Farrel memberi tahu kedua temannya. Neo mengerutkan kening sesaat mendengar apa yang dikatakannya.

    "Dia bisa melihat ingatan orang lain dari benda yang biasa disentuh oleh si orang lain itu ternyata." komentar Gesa yang ikut berdiri di samping Neo.

    "Bagaimana bis---"

    "Dia juga bisa lihat arwah dari anak-anak yang sudah kita habisi selama ini. Gue jadi penasaran gimana penampakan diri mereka di mata anak ini." kata Farrel lagi yang membuat Neo semakin menegang.

    "Gue baru ingat, dia pernah ngasih tahu gue kalau dia bisa lihat sosok mereka itu dengan dua versi, versi saat terakhir kali mereka mati sama versi yang belum diapa-apain." ucap Adam, cowok yang biasa mengenakan hoodie biru.

    Farrel tidak menyahut dan hanya menaikan satu alisnya sebelah.

    "Lo belum tahu ya, Rel? Anak ini kan yang sudah ngasih kita air buat ngehalangin anak-anak yang mati karena kita itu untuk tidak bisa datang mencari bukti yang kita sembunyiin." sahut Divo menambahkan.

    "Adam nggak ada ngasih tahu gue soal darimana dia dapatin tuh air. Gue pikir dia mintanya sama orang pintar kayak dukun gitu." kata Farrel dengan gayanya yang masih tetap bisa tenang.

    "Sori, gue salah. Terus sekarang kita bakal apain anak ini?" ucap Adam kemudian.

    "Gue rasa lo bisa lihat dengan apa yang baru saja ia lakuin sesaat yang lalu." tambah Divo.

    "Ne, kalau sampai cowok berkacamata itu bisa lihat dan tahu kalau Cakka baru saja berkomunikasi dengan kita. Gue rasa kita nggak bakal punya kesempatan lagi buat bongkar kebusukan mereka." ucap Gesa sesaat sedari tadi hanya diam saja mendengarkan obrolan mereka bersama Neo di sampingnya.

    "Dia baru aja ketemu sama dua roh korban dari cewek-cewek yang kita bunuh tahun lalu." sahut Farrel yang membuat Gesa dan Neo menegang seketika.

    "Siapa?" tanya Divo penasaran.

    "Nggak tahu, gue nggak bisa lihat. Terlalu buram." jawab Farrel ketika beberapa saat yang lalu berusaha untuk melihat lebih jelas. Tapi tetap tidak bisa.

    "Udahlah, kita pergi aja sekarang dari sini. Lagian gue udah nempatin kamera yang pas buat mantau nih anak sekarang." ucap Adam sambil menatap pada kamera kecil yang lebih mirip seperti paku di meja.

    "Oke, kita keluar sekarang. Gue rasa dua arwah itu juga saat ini lagi dengerin obrolan kita sedari tadi deh." tambah Farrel lagi sambil melihat ke sekeliling. "Percuma lo nguping, lo nggak akan pernah bisa hentikan kami ataupun cegah kami. Karena kalian sekarang itu cuma jadi mahkuk yang tidak berguna. Dan pula, nggak ada sejarahnya makhluk seperti kalian bisa bunuh manusia." ucap Farrel dengan lantang dan menentang.

    Neo yang mendengar itu hanya mengepalkan tangannya sambil menahan kegusaran yang memuncak dalam dadanya. Pasalnya, ia ingin sekali memukul wajah anak berkacamata itu, tapi sayangnya tidak bisa karena setiap kali ia mencoba, ia selalu jatuh tersungkur menembus tubuhnya.

    Pada akhirnya, anak-anak itu pun meninggalkan kelas itu bersama Neo dan Gesa yang menatap tajam ke arah mereka.

    _____

    Neo dan Gesa kembali ke luar dan kali ini sudah

    • 7 min
    Cerita fiksi: Its OK to Not be Okay - Bag. 27. Ketika Ibunya Kembali #Alurcerita | Kisah Dramantis

    Cerita fiksi: Its OK to Not be Okay - Bag. 27. Ketika Ibunya Kembali #Alurcerita | Kisah Dramantis

    Jeara menggeleng dengan lemah. Ia masih tak merasa yakin untuk menceritakan semua hal yang dialaminya itu pada temannya. Bahkan, pada Suga sekalipun. Sebisa mungkin, ia ingin menyelesaikan semuanya sendirian lebih dulu. Ia tak mau merepotkan lebih banyak orang lain lagi. Cukup yang kemarin itu saja. Tidak untuk yang berikutnya. Ia tidak mau membuat dirinya begitu bergantung pada bantuan orang lain.

    "Aku yakin orang yang mengirimkan uang itu sebenarnya tidak jauh-jauh dari orang-orang yang ada di sekitarmu, Jeara." ucap Raka setelah berpikir beberapa saat.

    "Bagaimana kalau misalnya yang ngirim itu sebenarnya si bekas guru baru itu? Dia kan psikopat. Selalu merasa benar dengan apapun yang dia lakukan. Bisa aja kan?" ujar Yusuf beropini.

    "Sinting banget sih emang kalau misal dugaanmu itu benar, Suf." sahut Venus.

    "Tapi, menurutku itu kayaknya nggak mungkin juga deh. Soalnya aku pernah sempat curiga juga waktu itu sama dia. Terus nggak nemuin celah sama sekali buat mastiin kalau itu beneran dari dia." kata Jeara setelah mendengarkan ucapan teman-temannya.

    "Emangnya kamu pernah ngapain aja sampai bisa seyakin itu, Je?" tanya Venus.

    "Aku kan sempat dibawa paksa ke rumahnya waktu itu. Terus dia ceritain semua---"

    "Tunggu, sebenarnya dia siapanya kamu sih Je sampai selaknat itu nyelakain om Rion?" potong Yusuf yang diangguki Raka dan Venus. Mereka memang belum tahu sama sekali dengan apa hubungan Javin dan Jeara sebenarnya.

    "Waktu pertama kali ketemu sama dia, dia ngakunya adik dari ibuku. Terus dia nyinggung-nyinggung kenapa aku mau dekat sama Suga persis seperti apa yang dilakukan ibuku dahulu, katanya. Terus juga ia nyinggung bakal buat hidupku bakalan sama menderitanya seperti apa yang pernah dia rasakan sebelumnya. Selain itu, dia nggak nyinggung apa-apa lagi selain kenapa ayahku yang dikurung selama ini di rumahnya selama bertahun-tahun." jelas Jeara.

    "Orang itu benar-benar sudah nggak waras. Bisa-bisanya sekolah kita sempat memperkerjakan dia ngajar di sekolah ini." ucap Raka.

    "Untung semuanya cepat selesai."

    "Berkat Suga kan yang nolongin kamu. Uh, harusnya kita yang jadi penolongmu yang pertama. Walau begitu, tetap aja sih, Suga lebih cepat tanggap menyelesaikan semua itu. Kalau kita-kita mungkin bakal dilanda kebingungan dulu sebelum ambil tindakan." kata Venus setengah sebal.

    "Jadi, kamu sudah tahu dong ibu kamu ada di mana sekarang, Je?" tanya Yusuf yang membuat suasana berubah menjadi agak menegangkan. Jeara tak langsung menjawab pun bereaksi. Ia masih memikirkan semua itu. Tak lama berselang, bel istirahat berakhir pun berbunyi.

    _____________

    Di batu lepas pantai tempat biasa Suga dan Jeara bertemu. Sekarang tak terasa sudah kembali sore. Hari ini, Suga sengaja membiarkan Jeara lebih banyak bicara dengan teman-temannya. Karena ia tidak mau terkesan seperti merebut Jeara dari mereka. Bagaimana pun juga, Suga masih orang baru yang muncul dalam kehidupan mereka.

    "Tadi di sekolah, sepertinya kamu banyak disuguhi pertanyaan ya sama teman-teman kamu?" tanya Suga sambil mengunyah roti yang habis di belinya dengan Jeara.

    "Iya, mereka menanyakan semuanya. Salahku juga sih, tidak menjadikan mereka sebagai tempatku untuk berbagi yang pertama. Padahal, harusnya apa-apa mereka yang mestinya lebih cepat tahu. Aku yang salah." sahut Jeara dengan wajah penuh kecewa.

    "Aku terluka mendengar ucapanmu barusan. kau seperti terdengar seolah menyesal menceritakan semuanya kepadaku." ucap Suga dengan murung.

    "Uh, maafkan aku Suga. Aku tidak bermaksud seperti itu. Jujur saja aku bingung sekarang. Satu sisi aku tak mau mengecewakan salah satu dari kalian dengan tidak berbagi. Tapi, satu sisi lainnya aku tak mau merepotkan kalian dengan cara memasukan kalian ke dalam masalahku. Maaf, gara-gara aku terus memikirkan hal itu, aku sampai melupakan perasaanmu ketika aku melontarkan kalimat seperti tadi. Aku sama sekali tidak berniat melukaimu perasaanmu Suga. Sungguh." kata Jeara dengan memelas.

    "Ya sudah tidak apa-

    • 7 min

Top Podcasts In Arts

Fresh Air
NPR
The Moth
The Moth
Add to Cart with Kulap Vilaysack & SuChin Pak
Lemonada Media
99% Invisible
Roman Mars
Snap Judgment Presents: Spooked
Snap Judgment
The Recipe with Kenji and Deb
Deb Perelman & J. Kenji López-Alt