Eps 07 - Penyair
Listen now
Description
Eps 07 - Penyair  Penyair tidak pernah benar-benar mabuk. Kecuali dalam puisinya sendiri. Kesepian juga bukan kesedihan. Jangan lupa terbangkan balon keberuntunganmu hari ini” Perihal di antara kita, kau atau aku yang lebih dulu terbuai luka, tenggelam dalam bahagia, kita pernah menertawakannya beberapa tahun lalu. Kehidupan memang seperti parafin tersulut sumbu. Suatu saat ada yang menangis karena perpisahan, ada yang tak bisa berkata tapi hatinya luka. Ada yang bibirnya gemetar ketika menyebut nama seseorang dalam doa panjang. Ada yang melepas dengan rela, ada yang setia menyendiri dengan kenangan hampa. Bagiku, sair bukan hanya kumpulan kata kata. Tetapi sebuah ungkapan hati dalam jiwa yang meronta dalam kesepian. Aku memang telah jatuh hati padamu, tetapi termentalkan.  Bagaimana bisa kau jatuh hati pada kesepianku? Sedang dadamu adalah kota yang sangat ramai. Sepanjang jalan, lampu dan bunga berjejeran, betapa riuhnya para kembara yang tiba. Barangkali, kesepianku itu seperti pohon mati yang diceritakan seorang pujangga dari pulau jauh. Atau sungai-sungai layu, seolah mataku yang basah oleh tempias hujan dari jendela kayu. Puisi adalah pintu. Seperti cinta. Seseorang yang menulis puisi untuk cinta, membuka pintu agar yang dicinta masuk. Aku tak pernah benar-benar jatuh cinta, kecuali pada seseorang yang matanya pernah kuceritakan padamu seperti bening kelereng. Dia sudah pergi, lama, kau tahu? Kulepas tanpa air mata. Sama seperti pergimu, aku melihat orang orang menulis kesedihan, air mata, seolah mengenangmu terasa begitu perih.  Kehilangan selalu seperti itu, sejak dulu. Kita lahir pun orang-orang menangis haru, kemudian kita pulang dan berkabung segala pilu. Tapi hari ini aku tak ingin menangis untukmu. Aku hanya tak tahu bagaimana menikmati semangkuk sup yang sedikit berlemak ini, pada sebuah malam minggu dari mata ku yang sembab Pengisi Suara : Tuan Penulis: Tuan --- Send in a voice message: https://anchor.fm/potret1/message
More Episodes
“Semesta itu adil. Pun jika belum masuk akal hari ini, lusa atau entah hari apa. Keadilan semesta akan datang, mengetuk pintu rumah kita, dengan membawa hal-hal yang tidak pernah kita perkirakan, sebelumya”   Semesta membuat racikan takdir yang berbeda-beda, pada tiap-tiap...
Published 06/14/22
Published 06/14/22
Di Hari Raya, aku lebih memilih untuk berziarah rindu di hadapan kaleng kudapan kesukaan seseorang yang kini tak lagi bisa ku sentuh dan lihat.  Aku lebih memilih menebar bunga di tempat-tempat yang dulunya ada ceritaku dengannya.  Di kursi kayu tempat aku duduk dengannya, mau pun di...
Published 05/01/22